Selasa, 13 Desember 2011

SUMMER DESIRE (3)

MOHON TIDAK DI COPY PASTE !!!

BERDASARKAN SERIAL SUMMER DESIRE, SEBUAH SERIAL TAIWAN YANG DIBUAT DARI ADAPTASI NOVEL BAO MO ZHI XIA KARANGAN MING XIAO XI
(versi novel belum terbit di Indonesia)



"Permisi," Yao Shu Er menyela pembicaraan rekomendasi Wei An atas sepupunya, Pan Nan. Kedua matanya terlihat ragu melihat wajah angkuh Wei An.
"Bukankah kau juga merekomendasikan sepupumu untuk pemilihan artis baru?" Shu Er mendesah. Wajahnya terlihat menghiba saat ia memandang penanggung jawab audisi di perusahaan mereka.
"Apa boleh, saya juga merekomendasikan seseorang?" katanya, "Saya percaya orang ini pasti akan memuaskan anda."
"Siapa yang akan kau rekomendasikan?"
Shu Er menelan ludah, sesaat pandangannya mengarah ke Xia Mo, sebelum dia berkata tegas, "Saya merekomendasikan Yin Xia Mo, asisten saya."
Wei An tertawa. Jelas meremehkan perkataan Shu Er. Tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari Shu Er terlihat sangat mengintimidasi.
"Kau yakin?" Wei An berkata, dijawab oleh anggukan Shu Er.
"Yin Xia Mo pasti bisa menjadi artis yang hebat. Dia pernah memenangkan sebuah kontes menyanyi di SMA."
"Cih!" Wei An menepiskan kedua tangannya, "Kau terlalu sok suci! Apa kau pikir Si Xia Mo itu akan berterima kasih kepadamu? Kau hanya batu loncatan untuknya."

Nada suara Shu Er semakin tinggi, "Lalu kenapa kalau aku hanya batu loncatan? Bukankah kau juga menjadikan aku batu loncatan? Sehingga kau bisa melompat lebih tinggi seperti sekarang?"

"Sudah! Sudah!" Penanggung jawab audisi itu akhirnya memberi tanda agar Shu Er dan Wei An berhenti bertengkar, "Pan Nan dan Yin Xia Mo akan ikut audisi astis baru. Tapi ingat, disini tidak ada nepotisme! Siapa yang tidak berbakat akan gugur!" katanya tajam. Shu Er membungkuk sambil mengucap terima kasih, sebelum menghampiri Xia Mo yang sedari tadi berdiri di dekatnya.
"Maafkan aku, Xia Mo. Kalau kau tidak ingin menjadi artis, kau bisa menjadi asistenku lagi."
"Tidak apa, Shu Er. Aku akan berusaha memenangkan kesempatan ini."

***

Luo Xi sedikit tersentak melihat kertas faks berisi data dan sebuah foto dari seorang gadis yang sangat dikenalnya. Data itu adalah data terakhir yang tiba sore itu. Dikirimkan oleh perusahaan SUN yang sedang mengadakan audisi pencarian bakat baru untuk debut.

Ternyata itu kau.

Luo Xi selalu mengingat wajah itu. Wajah yang sama seperti lukisan di dalam dompetnya. Wajah yang lima tahun lalu membuatnya terluka. Tercampakkan di negeri asing.

"Hanya ini yang bisa kulakukan." itu adalah kata-kata gadis itu. Luo Xi ingat, saat itu dia begitu marah. Begitu ingin membalas. Dan perkataan dingin itu keluar dari mulutnya, "Katakan kepada Ou Chen. Aku akan membalasnya. Aku akan mengembalikan semua ini kepadanya. Berlipat-lipat."

Lalu gadis itu membalas Luo Xi dengan sebuah tatapan dingin. Wajahnya selalu tanpa ekspresi. Membuat Luo Xi muak, dan terluka.
"Aku tidak ingin dilupakan," Luo Xi akhirnya berkata, "Meskipun aku tidak menyukaimu, tapi semudah ini dilupakan, rasanya sungguh tidak enak."
Luo Xi melihat ekspresi itu lagi. Kaku seperti patung. Luo Xi menariknya, merengkuhnya dalam sebuah pelukan yang kuat, lalu mencicipi rasa di bibir yang terlihat seperti batu itu.
"Dengan begini, kau akan mengingatku."

Hari itu, Luo Xi meninggalkan Taiwan. Meninggalkan gadis tanpa ekspresi itu, bahkan meninggalkan sebuah gitar kenangan dari ayah angkatnya. Namun sesuatu akan terus dibawa olehnya hingga mati. Sebuah hati yang telah remuk redam oleh amarah. Oleh dendam.

Dan sekarang... saat ini, di tangannya tergenggam nasib gadis itu. Yin Xia Mo.

"Katakan kepada mereka kalau aku akan membantu debut artis dalam audisi ini." Luo Xi berkata riang. Asistennya--seorang perempuan manis yang selalu mengikat rambutnya tinggi-tinggi untuk alasan kerapihan, mengangguk dan menelepon perusahaan SUN. Seperti yang diduga, sambutan perusahaan itu sangat bersemangat dan berterima kasih kepada Luo Xi. Seorang superstar yang memiliki waktu terbatas untuk diluangkan.

"Mengapa kau mau membantu mereka?" asisten Luo Xi menatap bosnya dengan pandangan heran, berusaha mengintip kertas apa yang membuat Luo Xi begitu riang dan tidak mau melepaskan barang di tangannya itu.
"Salah satu dari kandidat itu adalah temanku." Luo Xi berkata enteng. Tangannya masih terus memegang kertas faks itu, memandangi data dan wajah Yin Xia Mo yang sedari dulu menghantuinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar